Beberapa waktu lalu gue sempat mengobrol dengan teman yang lagi training di India. Pembicaraan dimulai ketika sang teman sangat tetarik dengan negara India dan Cina yang berujung pada kesimpulan bahwa sumber daya manusia mereka itu luar biasa. Bahkan ketika ada lomba mengeja untuk anak-anak SD di Amerika Serikat, lomba ini dimenangkan oleh warga negara Amerika Serikat yang orang tuanya berasal dari India, contoh dari sang temen. Sang teman pun menambahkan bahwa di India ada pepatah "You never win the silver, you lose the gold", jadi walaupun juara dua tetap aja dianggap pencundang. Well, itu memang salah saru contoh sih, tapi pada dasarnya didikan mereka itu memang keras dan cenderung kejam, if I may say that. Menuntut yang terbaik ke si anak tapi caranya terlalu ekstrim dan jadi kasian si anak. Dan pernyataan gue ini pun dibalas dengan pertanyaan "Mending dikejamin orang tua atau dikejamin kehidupan?" dan gue pun terdiam beberapa saat.
"Mereka kayak gitu karena mereka mempersiapkan anaknya buat bekal hidup. Sekejam-kejamnya orang tua mereka masih sayang sama anaknya. Kalau kehidupan?", dia pun menambahkan.
"Gue gak bilang barat lebih baik ya, tapi gue senang dengan budaya barat yang gak terlaku maksain otak kiri kita. Ini kan yang banyak dilakukan oleh orang Indonesia?. Tapi disisi lain gue juga senang dengan budaya timur yang selalu minta untuk "push to the limit". Dan seharusnya bisa donk kita campur kedua budaya itu buat pendidikan?", bela gue.
"Idealnya memang begitu, tapi kan Indonesia di timur", kata dia.
Itulah sedikit kutipan pembicaraan gue dan temen ketika itu. Entah kenapa gue jadi tertarik untuk nulis tentang hal ini. Sebenarnya apa sih yang kurang dari pendidikan Indonesia?. Well, sebenarnya gue gak tau mana sistem pendidikan yang paling benar sih. Perbedaan terlihat dari bagaimana para pendidik itu mencoba mengembangkan otak dari anak didik mereka. Bisa dilihat jebolan barat yang terkenal dari jaman dahulu antara lain pelukis, pemain musik, penulis buku, dan lain lain, dimana keunggulan itu didominasikan dengan otak kanan. Sedangkan jebolan timur, silahkan dibuat list dari pemenang-pemenang olimpiade matematika dunia, olimpiade fisika dunia, atau business plan competition. Kebanyakan dari lomba yang mengembangkan otak kiri didominasi oleh orang timur. Dan tidak ada yang salah dalam hal ini.
Salah satu yang menggelitik pemikiran gue tentang pendidikan di Indonesia ketika kita diminta untuk menggambar pemandangan. Entah kenapa dari jaman nenek gue SD sampai gue SD bahkan mungkin sampai ketika anak SD sekarang (khususnya SD negeri) diminta untuk gambar pemandangan yang digambar itu tipikal. Dua gunung dengan ditengah-tengah matahari, jalanan yang kiri kanan sawah, awan-awan dan kadang ditambah burung. Pasti kalau kita (angkatan gue lebih tepatnya) flash back ke jaman dulu dan diminta gambar pemandangan, yang digambar gak akan jauh dari deskripsi diatas.
Hal inipun terbukti dari pengalaman temen gue. Adalah seorang teman yang menjadi dosen S1 reguler disalah satu Universitas terkemuka di Indonesia. Ada satu mata kuliah baru, "Pengembangan Karakter Integrasi'. Suatu waktu sang dosen meminta mahasiswanya untuk mengambar pemandangan yang kalian liat. Hasilnya....sekitar 70% dari mahasiwa mengambar pemandangan dengan deskrispi diatas. See! sungguh kuat penanaman ilmu pemandangan yang diajarkan guru SD kita..hehehe. Padahal kan kalau diartikan kata 'pemandangan' menjadi sesuatu yang dipandang (dilihat) so it can be anything. Gambar tempat pensil dimeja juga bisa dibilang pemandangan, teman gue pun menjelaskan.
Hahaha, bener banget yang dibilang temen gue. Dan gue gak bilang guru-guru SD itu salah, bener kok deskripsi tentang gunung memang salah satu gambar pemandangan. Taapiii... terlalu sempit kalau hanya dikhususkan seperti itu. Pemandangan kan banyak, ketika pelajaran menggambar kita bisa keluar untuk liat apa yang ada disekeliling kita. Gambar tempat sampah pun pemandangan.
In my humble opinion, hal diatas hanya sedikit kekurangan dari sistem pendidikan di Indonesia dalam hal pengembangan otak kanan. Karena seperti kebanyakan negara timur lainnya, Indonesia lebih menekankan otak kiri. Banyak gak diantara kalian yang orang tua nya bilang "kalau nanti nilai matematika kamu bagus dibeliin hadiah". Hayoo jawab jujur? hehehe... Gue sendiri juga pernah kok sampai nangis ketika nilai matematika gue 5 saking gue merasa nothing kalau matematika gue sampai merah tanpa memperhatikan nilai-nilai yang lain..oops buka aib! ;p
Intinya sih, untuk pengembangan otak kiri Indonesia cukup terdepan. Salah satu contohnya penulis buku Olimpiade Fisika itu orang Indonesia, Bapak Yohanes Surya. Contoh lain bisa dilihat dari pemenang olimpiade fisika dan matematika. Gue gak lantas bilang Indonesia sangat pintar dalam hal ini, namun pengembangan otak kiri menjadi lebih prioritas bagi orang Indonesia.
Contoh lain lagi tentang kurikulum sekolah. Gue pernah denger dari salah satu temen gue cerita kalau pelajaran matematika adiknya yang sekarang masih SMP dulunya adalah pelajaran dia waktu SMA. Wow, betapa anak sekarang harus bekerja ekstra kuat untuk bisa bersaing. Dan banyak juga dari temen gue bilang pelajaran S2 di benua Eropa atau Australia kurang lebihnya adalah pelajaran S1 yang mereka pelajari dulu (terutama bidang ekonomi, manajemen dan akuntansi karena gue kuliah di fakultas ekonomi). Hal ini juga menjadi nilai lebih untuk mahasiwa Indonesia yang melanjutkan kuliah S2 ke negara lain
Balik ke pendidikan di Indonesia, saat ini udah banyak sekolah yang mulai memasukkan pengembangan otak kanan sedari anak masih kecil. Dan gue berharap anak-anak sekarang dimana otak kiri yang lebih menjadi prioritas sudah diseimbangkan dengan otak kanan bisa lebih bersaing dengan negara lain.
Tapi kenapa dengan kurikulum yang lebih padat dan (mungkin) lebih baik itu tidak menjadikan remaja-remaja sekarang lebih berpikiran maju? Salah satu jawabannya bisa jadi ada dibuku "Battle Hymn of The Tiger Mother (Cara Mendidik Anak Agar Sukses Ala China)" yang ditulis oleh Amy Chua. Khususnya di Bab 5 "Tentang Kemerosotan Generasi". Dimana generasi sekarang adalah generasi yang lahir ditengah kenyamanan kelas menengah keatas. Dari mereka kecil sudah disuguhkan dengan kemewahan yang luar biasa jika dibandingkan dengan generasi orang tua atau kakek nenek mereka. Teman-teman mereka pun termasuk golongan menengah keatas yang sering menggunakan barang mewah. Singkatnya hal faktor tersebutlah yang mengarah pada kemerosotan generasi saat ini yang dijelaskan oleh Chua.
In my humble opinion, pendidikan manapun didunia baik timur maupun barat memang pendidikan orang tua lah yang paling berperan. Orang tua harus pintar untuk mem-filter informasi yang bisa masuk ke si anak dan menjaga lingkungan yang akan berdampak pada perkembangan anak. Easy said than done, tapi pendidikan anak memang dimulai dari orang tua kan. So, bagi kalian yang "soon to be parents", we need to prepare!
catatan penulis
Gue belum menjadi orang tua dan tidak mau menjadi 'sok tau' dalam hal ini per-orang tua-an ini. Tapi sebagai generasi yang akan memasuki masa-masa akan menjadi orang tua dan mendidik anak, gue harus banyak belajar lagi.
-Ditulis pertama kali 23.10.2012 dan diselesaikan 11.11.2012-
bangettt... bener banget kata orang "we need a village to raise a child." macam gw, sebenernya gw rajin luar biasa kan dengan otak cerdas tanpa batas, tapi gw gaulnya ma lo ri. hancur sudah. huahahaha
ReplyDelete